CANDI BOROBUDUR
Candi Borobudur merupakan sebuah peninggalan Dinasti Sailendra.
Dinasti Sailendra telah membuat warisan Budha paling besar di dunia di antara 780-840 Masehi.
Dinasti Sailendra adalah dinasti yang berkuasa pada saat itu. Peninggalan / warisan ini dibuat sebagai tempat ibadah Budha serta tempat ziarah.
Borobudur berisi panduan supaya manusia menghindari diri dari gairah dunia serta ke arah pencerahan serta kebijakan menurut Budha.
Candi Bodobudur ini diketemukan oleh Pasukan Inggris di tahun 1814 di bawah pimpinan Sir Thomas Stanford Raffles.
Borobudur berhasil dibersihkan semua di tahun 1835.
Riwayat & Sejarah Borobudur
Borobudur dibuat dengan style Mandala yang menggambarkan semesta alam dalam keyakinan Buddha.
Susunan bangunan ini berupa kotak dengan 4 pintu masuk serta titik pusat berupa lingkaran.
Bila disaksikan di luar sampai ke dalam terdiri jadi 2 sisi yakni alam dunia yang terdiri jadi 3 zone dibagian luar, serta alam Nirwana dibagian pusat.
Zone 1 Borobudur: Kamadhatu
Alam dunia yang nampak serta sedang dirasakan oleh manusia saat ini.
Kamadhatu terbagi dalam 160 relief yang menerangkan Karmawibhangga Sutra, yakni hukum sebab musabab / sebab akibat.
Memvisualisasikan berkenaan karakter serta gairah manusia, seperti mencuri, membunuh, memerkosa, penganiayaan, serta fitnah.
Tudung penutup di bagian landasan sudah dibuka dengan tetap supaya pengunjung bisa menyaksikan relief yang terselinap dibagian bawah.
Koleksi photo semua 160 photo relief bisa disaksikan di Museum Candi Borobudur yang ada di Borobudur Archaeological Park.
Zone 2 Borobudur: Rupadhatu
Alam pengalihan, di mana manusia sudah dibebaskan dari kepentingan dunia.
Rapadhatu terbagi dalam galeri ukir-pahatan relief batu serta patung buddha.
Keseluruhannya ada 328 patung Buddha yang mempunyai hiasan relief untuk ukir-pahatannya.
Menurut manuskrip Sansekerta di bagian ini terbagi dalam 1300 relief yang berbentuk Gandhawyuha, Lalitawistara, Jataka serta Awadana.
Semuanya menghampar sepanjang 2,5 km dengan 1212 panel.
Zone 3 Borobudur: Arupadhatu
Alam paling tinggi, rumah Tuhan.
Ada 3 serambi berupa lingkaran ke arah kubah dibagian pusat atau stupa yang memvisualisasikan kebangkitan dari dunia.
Di bagian ini tidak ada ornament atau hiasan, yang bermakna memvisualisasikan kemurnian paling tinggi.
Serambi di bagian ini terbagi dalam stupa berupa lingkaran yang berlubang, lonceng kebalik, berisi patung Buddha yang ke arah sisi luar candi.
Ada 72 stupa keseluruhannya.
Stupa paling besar yang ada di tengah-tengah tidak setinggi versus aslinya yang mempunyai tinggi 42m di atas tanah berdiameter 9.9m.
Berlainan dengan stupa yang mengitarinya, stupa pusat kosong serta memunculkan pembicaraan jika sebetulnya ada isi tetapi ada juga yang memiliki pendapat jika stupa itu benar-benar kosong.
Relief Borobudur
Total keseluruhan ada 504 Buddha dengan sikap meditasi serta 6 status tangan yang lain di sejauh candi.
Koridor Candi Borobudur
Sepanjang restorasi di awal era ke 20, diketemukan 2 candi yang lebih kecil di seputar Borobudur, yakni Candi Pawon serta Candi Mendut yang segaris dengan Candi Borobudur.
Candi Pawon ada berjarak pada +- 1.15 km dari Borobudur, sedangkan Candi Mendut ada sekitar pada +- 3 km dari Candi Borobudur.
Ada keyakinan jika ada jalinan keagamaan di antara ke-3 candi itu tetapi masih belum tahu dengan cara tepat proses ritusnya.
Ke-3 candi membuat jalur untuk Festival Hari Waisak yag diadakan setiap tahun waktu bulan purnama untuk Bulan April atau Mei.
Festival itu selaku peringatan atas lahir serta kematiannya, dan pencerahan yang diberi oleh Buddha Gautama.
Candi Borobudur merupakan candi Budha yang sangat megah, dibangun antara tahun 750 dan 850 Masehi.
Borobudur mulai dipugar pada tahun 1815 dibawah pengawasan Rafles, merupakan Letnan Gubernur Jawa selama pemerintahan Inggris.
Rekonstruksi total ribuan batu dan relief kembali dilakukan oleh pemerintah Indonesia dibantu oleh UNESCO.
Diselesaikan melalui proyek restorasi selama 10 tahun pada tahun 1984.
Saat ini, Borobudur oleh UNESCO ditetapkan sebagai Situs Peninggalan Dunia yang memiliki 7 tingkat dan 1460 relief batu berukir.
Ukiran batu yang menceritakan tentang cerita Budha dan mencerminkan langkah-langkah kehidupan dari keduniawian hingga mencapai surga.
Berlokasi 42 km dari kota Jogja. Buka : Minggu Senin (06.00 pagi-17.15 sore)
Relief di Kaki Borobudur
Jika kita memperhatikan lebih jauh kembali.
Kita bisa menyaksikan bahwa relief yang ada di kaki Candi Borobudur mempunyai hubungan dengan pokok dari tuntunan Buddha.
Relief yang menghias kaki candi memvisualisasikan tuntunan berkenaan karena kesengsaraan manusia serta dari hasil tindakan manusia di kehidupan selanjutnya.
Dengan memperbandingkan pahatan relief itu sama kitab suci Buddha atau Sutra, bisa disaksikan jika relief candi sama-sama tersambung keduanya untuk bercerita satu narasi menerjemahkan makna lebih dalam Mahakarmavibhanga Sutra, atau hukum karma. Tentang kesengsaraan adalah akibat dari hasil tindakan. Atau hukum sebab akibat.
Ada 160 panel yang yang berisi episode untuk relief bercerita mengenai kehidupan setiap hari.
Tindakan yang hasilkan dari sebuah kebaikan serta keburukan.
Resiko yang ada di setiap tindakan itu, dan surga serta neraka.
Ada 23 dari keseluruhnya panel itu adalah cuplikan dari Mahakarmavibhanga Sutra. Seperti yang diperlihatkan oleh kata karma, relief ini memvisualisasikan bermacam tindakan manusia serta efeknya.
Beberapa episode bisa diintepretasikan selaku lambang pratitya samutpada, yang mengarah untuk mandala Bhacavakra dari Tibet.
Dalam mandala ini ada:
(1) avidya (ketidakpedulian)
Avidya (ketidakpedulian) dilambangkan dengan seorang wanita buta.
(2) samskara (dorongan landasan)
Samskara (dorongan landasan) dilambangkan dengan tembikar yang tengah dibikin oleh pengrajin.
(3) vijnana (kesadaran)
Vijnana (kesadaran) dilukiskan dengan monyet yang tengah menuai buah,
(4) namarupa (personalitas)
Namarupa (personalitas) dilukiskan sebgaia perahu dalam satu perjalanan,
(5) sadayatana (ke enam organ indra)
Sadayatana (ke enam organ indra) berbentuk rumah dengan beberapa jendela,
(6) sparsa (jalinan)
Sparsa (jalinan) dilukiskan dengan kecupan,
(7) vedana (hati)
Vedana (hati) dilukiskan lewat seorang pria dengan panah di matanya,
(8) trsna (keinginan)
Trsna (keinginan) dilukiskan lewat episode minum,
(9) upadana (derma)
Upadana (derma) dilukiskan lewat aktivitas menuai buah dari pohon,
(10) bhava (proses peristiwa)
Bhava (proses peristiwa) dilukiskan dengan wanita hamil,
(11) jati (birth)
Jati (birth) dilukiskan dengan episode kelahiran, serta
(12) jaramaranam
Jaramaranam (umur tua serta kematian) dilukiskan dengan mayat yang dibawa ke tempat pembasmian.
Arti dari keseluruhnya serangkaian relief itu memberikan gambaran ide karma.
Di sini dibuatkan kerangka pratitya samutpada yang terbagi dalam 12 mata rantai yang memvisualisasikan kesengsaraan manusia.
Sekarang, serangkaian relief itu telah berada di kaki candi Borobudur.
Dengan demikian, kaki Candi Borobudur berisi satu pokok tuntunan Buddha yang mengutamakan 2 Kebenaran.
Kebenaran yang pertama; hidup ialah kesengsaraan, serta kesengsaraan itu mempunyai sebuah sebab.
Sebab-sebab inilah pelajaran kita bersama untuk tidak terjerumus pada kesengsaraan.
Rahasia Dibalik Nama Candi Borobudur
Candi Borobudur sangat menyimpan mistis yang memunculkan pertanyaan untuk beberapa orang yang menyaksikannya.
Peneliti, arkeolog, sampai pengunjung terikut lebih dalam mistis serta bermacam pertanyaan yang terdapat didalamnya waktu mendaki candi ini.
Sebuah pertanyaan simpel yang belum terjawab hingga saat ini ialah: Ada apa dibalik nama Borobudur?
Borobudur ialah nama sebetulnya atau mungkin tidak.
Kelihatannya nama Borobudur benar-benar nama sebetulnya, tetapi pengakuan ini tidak mempunyai bukti kuat yang dapat dipakai untuk mendukungnya.
Banyak usaha sudah dilaksanakan untuk menyelidik pertanyaan ini, tetapi tidak ada 1 pun interpretasi juga yang dapat dibuktikan.
Selama ini, langkah untuk mengenali nama sebetulnya dari Borobudur dengan menyaksikan 2 sisi yang membuat namanya, Boro serta Budur.
Teori ini diprakarsai oleh Poerbatjaraka. Ia mengutarakan jika “boro” dapat disimpulkan selaku satu biara, yang sekarang ini dapat dipandang seperti vihara.
Sesaat “budur” tersebut ialah nama satu tempat.
Dengan begitu, Borobudur dapat disimpulkan selaku “Vihara di Budur”.
Sedikit warisan dari satu biara diketemukan di tahun 1952 waktu penggalian dibikin di halaman barat Borobudur.
Diketemukan satu manuskrip kuno namanya Nagarakrtagama dari tahun 1365 yang berisi nama Budur didalamnya.
Dalam manuskrip itu, budur ialah tempat suci Buddhisme Mahayana.
Pendekatan Lain Nama Borobudur
Pendekatan lain disebutkan oleh de Casparis yang sukses memvisualisasikan sisi kedaluwarsa dari piagam batu yang diketemukan di tahun 842.
Lewat rekonstruksi text, dia membaca sisi dari batu itu selaku “bhumisambharabhudura”, yang bermakna “Gunung Kebijakan dari Sepuluh Tingkatan Bodhisattva “.
Kata “Bharabhudura” diambil serta dirubah jadi Borobudur. Perombakan yang dipakai ialah peringkasan yang berlangsung sebab penyuaraan bahasa lisa.
Di lain sisi, sisi pertama kali dari kata itu kedengar serupa dengan “Bumisegoro”, yang disebut nama dusun selatan Borobudur.
Memikat buat dicatat jika saat sebelum kata itu diketemukan, ada kata yang lain diketemukan, yakni “kamulan”.
Kata ini bermakna “Tempat Suci dari Nenek moyang”. Oleh karenanya, terang nampak jalinan Borobudur serta pura untuk penyembahan nenek moyang.
Pertanyaan yang lain simpel tetapi susah dijawab ialah: berapakah lama candi Borobudur aktif dipakai? Kapan stop berperan selaku monumen untuk memuliakan dinasti yang berkuasa, atau selaku pusat ziarah Buddhis?
Anggapan umum ialah jika candi ini mulai tidak dipakai waktu beberapa orang masuk Islam pada era abad ke-15.
Candi Borobudur kemungkinan sudah ditinggal waktu pusat aktivitas politik serta budaya berpindah ke Jawa Timur untuk era abad kesepuluh.